
Salah satu penyebab utama kecelakaan kerja adalah hazard recognition failure, yaitu gagal mengenali atau mengendalikan bahaya yang ada di tempat kerja – Occupational Safety and Health Administration (OSHA).
Menurut OSHA, kunci utama dari program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang efektif adalah melakukan identifikasi bahaya serta penilaian risiko secara proaktif dan berkesinambungan. Proses ini juga menjadi salah satu tahap perencanaan dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), sebagaimana dipersyaratkan dalam standar ISO 45001:2018 maupun PP No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3.
Berikut langkah-langkah melakukan identifikasi bahaya menurut OSHA:
Kumpulkan seluruh informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja.
Informasi bahaya di tempat kerja dapat dikumpulkan melalui berbagai sumber utama yaitu internal dan eksternal.
- Data Internal (bersumber dari perusahaan).
- Hasil inspeksi rutin dan observasi lapangan;
- Catatan kecelakaan, near miss, dan laporan medis;
- Laporan hazard dari pekerja;
- Data pemeliharaan peralatan, kalibrasi, dan monitoring lingkungan kerja;
- Hasil audit internal K3.
- Data Eksternal.
- Regulasi dan standar (OSHA, ISO 45001, Permenaker, dan sebagainya);
- Manual peralatan dan panduan teknis dari vendor;
- Laporan atau studi kasus kecelakaan di industri sejenis;
- Rekomendasi dari asosiasi profesi, lembaga sertifikasi, atau auditor eksternal.
Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya.
Inspeksi mencakup seluruh aspek area tempat kerja dan secara umum dilakukan seperti ini:
- Menentukan area dan jadwal inspeksi;
- Menyiapkan checklist bahaya untuk masing-masing area kerja;
- Membentuk tim inspeksi yang melibatkan pekerja dan perwakilan manajemen;
- Melakukan observasi lapangan;
- Mendokumentasikan temuan;
- Diskusi dengan pekerja;
- Melakukan tindak lanjut untuk monitoring dan perbaikan berkelanjutan.
Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja.
Identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja agak berbeda dari bahaya keselamatan, karena lebih fokus pada faktor-faktor yang bisa memengaruhi tubuh dan kesehatan pekerja dalam jangka pendek maupun panjang.
- Kenali jenis bahaya kesehatan yang tertera pada Permenaker No. 5 Tahun 2018 (fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikologi);
- Mengumpulkan data dari tinjauan medis;
- Mengamati aktivitas kerja sehari-hari;
- Membuat matriks risiko;
- Melakukan langkah pengendalian seperti penggunaan APD serta medical check-up.
Lakukan investigasi insiden.
Langkah-langkah melakukan investigasi insiden di tempat kerja, yaitu:
- Membuat prosedur investigasi yang jelas, termasuk penanggung jawab, komunikasi, alat, dan formulir;
- Membekali tim dengan teknik investigasi, tekankan objektivitas;
- Menyertakan perwakilan manajemen dan pekerja dalam tim investigasi;
- Menyelidiki semua kejadian nyaris celaka, jangan anggap remeh;
- Menganalisis untuk mengidentifikasi penyebab utama, bukan sekadar gejala;
- Membagikan temuan investigasi kepada semua pihak terkait untuk mencegah kejadian serupa.
Identifikasi bahaya situasi darurat dan non-rutin.
Rencana dan prosedur perlu dikembangkan untuk merespons secara tepat dan aman terhadap bahaya yang dapat diduga terkait dengan keadaan darurat dan aktivitas non-rutin.
- Melakukan emergency drill, simulasi scenario, dan evaluasi jalur evakuasi;
- Menyiapkan APAR;
- Melakukan job hazard analysis (JHA) sebelum pekerjaan dimulai;
- Melakukan briefing kepada pekerja;
Karakterisasi bahaya, pengendalian sementara, dan tentukan prioritas.
Setelah mengidentifikasi bahaya, lakukan penilaian risiko untuk menentukan tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya insiden akibat paparan bahaya. Hasil analisis ini kemudian digunakan untuk membuat tindakan pengendalian sementara dan menentukan prioritas bahaya mana yang memerlukan pengendalian permanen terlebih dahulu.
Proses penilaian melibatkan evaluasi setiap bahaya berdasarkan tiga faktor:
- Tingkat keparahan potensi dampak;
- Probabilitas kejadian atau paparan, dan;
- Jumlah pekerja yang terancam.
Gunakan tindakan pengendalian sementara untuk melindungi pekerja selagi solusi jangka panjang disiapkan. Prioritaskan penanganan bahaya berdasarkan tingkat risiko, dengan yang paling berisiko ditangani pertama. Selanjutnya, penting untuk diingat bahwa pemberi kerja memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan semua bahaya serius yang diketahui dan melindungi pekerjanya.
Sumber:

Tinggalkan komentar